darahku mengalir hangat lagi setelah puluhan jam sendi sendi tulangku beku
kurang gerak
badanku panas lagi
setelah nasi sepiring
sambel kecap dan telur goreng tandas bersama tegukan air
dari bibir gelas keramik yang kau ulurkan dengan senyum manismu
kebisuan berhari-hari kita pecahkan pagi itu dengan salam tangan pertanyaan
dan kabar-kabar hangat
pagi itu
budimu menjadi api
tapi aku harus pergi lagi mungkin tahun depan atau entah kapan
akan kuketuk lagi
daun pintumu bukan sebagai buron'
Puisi Wiji Thukul